Siap Berantas TBC, Kemenkeu Alokasikan Rp8 Triliun untuk Program Deteksi dan Pengobatan Gratis – Halaman all – TribunNews – https://bit.ly/4lh8QH9 – #Opsiin

July 08, 2025 at 11:45AM

Kesehatan,

Siap Berantas TBC, Kemenkeu Alokasikan Rp8 Triliun untuk Program Deteksi dan Pengobatan Gratis – Halaman all – TribunNews

ilustrasi-tbc-sumber-freepik.jpg

TRIBUNNEWS.COMKementerian Keuangan (Kemenkeu) mengalokasikan tambahan anggaran senilai Rp8 triliun yang tercantum dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Adapun tambahan anggaran tersebut ditujukan untuk menyediakan layanan deteksi dan pengobatan tuberkulosis (TBC) gratis dalam rangka menurunkan kasus TBC sebesar 50 persen dalam lima tahun, yang merupakan bagian dari Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) atau quick win.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai, hal ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam menjadikan kesehatan masyarakat sebagai fondasi utama pembangunan nasional, khususnya dalam mendukung misi Asta Cita untuk memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM).

Perlu diketahui, TBC merupakan masalah kesehatan serius yang terjadi di Indonesia. Melansir situs resmi Kementerian Kesehatan, Global TB Report 2024 menyatakan bahwa Indonesia saat ini menempati posisi kedua di dunia dalam hal beban kasus TBC, setelah India.

Berdasarkan data tersebut, diperkirakan terdapat 1.090.000 kasus TBC dan 125.000 kematian setiap tahunnya. Hal ini berarti sekitar 15 orang di Indonesia meninggal dunia setiap jam karena penyakit TBC.

"TBC masih menjadi salah satu penyakit infeksius paling mematikan di Indonesia, dan beban sosial-ekonominya sangat besar," kata Josua kepada Tribunnews, Selasa (1/7/2025).

Josua menjelaskan, berdasarkan WHO Operational Handbook on Tuberculosis (2024), intervensi melalui TBC preventive treatment (TPT) dan skrining dapat memberikan return on investment yang sangat signifikan, yakni antara US$4 hingga US$39 untuk setiap dolar yang diinvestasikan, tergantung konteks negara dan efektivitas implementasi.

Dalam konteks Indonesia, alokasi ini juga sejalan dengan prioritas nasional dalam RPJMN 2025–2029 dan arah kebijakan Dana Alokasi Khusus Nonfisik (DAK NF) untuk mendukung pemeriksaan kesehatan gratis melalui skema Bantuan Operasional Kesehatan (BOK).

"Dengan demikian, dana Rp8 triliun tersebut bukan hanya bentuk belanja kesehatan, melainkan investasi jangka panjang dalam produktivitas nasional, mengingat TBC berdampak besar terhadap menurunnya kapasitas kerja, kehilangan pendapatan, dan beban biaya rumah tangga jika tidak ditangani," jelas Josua.

Baca juga: Menaker: Pemerintah Telah Salurkan BSU Tahap I kepada 2,45 Juta Pekerja

Strategi Tepat Sasaran

Kemenkeu akan memanfaatkan anggaran dana sebesar Rp8 triliun untuk pelaksanaan deteksi dini dan penemuan kasus TBC serta pengobatan hingga tuntas sebanyak 10,9 juta orang, sekaligus pendampingan uji klinis vaksin TBC pada 4 lembaga.

Menurut Josua, diperlukan beberapa strategi komprehensif yang saling terintegrasi agar program ini dapat tepat sasaran dan berkelanjutan serta konsisten mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Pertama, implementasi program harus mengikuti pendekatan cascade of care dari WHO, mulai dari identifikasi kelompok rentan, skrining aktif, uji infeksi TBC, hingga pemberian terapi pencegahan dan penyelesaian pengobatan.

Kedua, prioritaskan kelompok berisiko tinggi seperti penderita HIV, anak-anak, dan kontak serumah pasien TBC. Selain itu, integrasikan program TBC dengan layanan kesehatan ibu-anak, HIV/AIDS, dan posyandu, sebagaimana diamanatkan dalam PHTC dan sistem penganggaran DAK.

Ketiga, penguatan infrastruktur dan kapasitas SDM di layanan kesehatan perlu menjadi prioritas.

"Pemerintah harus memastikan ketersediaan alat diagnosis seperti CXR dan tes cepat molekuler, menjamin distribusi obat yang merata, serta menyediakan pelatihan rutin bagi tenaga kesehatan di puskesmas agar pelayanan tidak hanya terpusat di rumah sakit rujukan. WHO juga mendorong pemanfaatan teknologi digital dan mobile X-ray untuk menjangkau daerah terpencil," papar Josua.

Selanjutnya, pendekatan berbasis keluarga dan komunitas juga dinilai efektif, khususnya melalui penguatan contact investigation komunitas.

Baca juga: Diskon Iuran JKK Berlaku hingga Januari 2026, Ekonom: Keputusan yang Tepat Waktu

Lalu, untuk mendorong penyelesaian pengobatan, diperlukan sistem pelaporan dan insentif berbasis performa untuk mendorong penyelesaian pengobatan. Sistem pelaporan seperti aplikasi ASIK dan platform digital lainnya terbukti mampu meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas layanan.

Terakhir, sinergi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi fondasi penting dalam memastikan kesinambungan program.

"Pemerintah pusat perlu menjamin kelangsungan pendanaan lewat DAK Nonfisik dan Dana Alokasi Umum (DAU) tematik. Keberhasilan quick win ini bisa menjadi tolok ukur keberhasilan desentralisasi fiskal bidang kesehatan," jelasnya.

Sejalan dengan upaya tersebut, Juru Bicara Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO) bidang Ekonomi, Fithra Faisal, menegaskan bahwa keberhasilan mengatasi penyakit TBC juga berdampak langsung terhadap pengurangan beban biaya kesehatan, khususnya yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

Menurutnya, pemerintah menjalankan pendekatan ekonomi yang holistik, tidak hanya di sisi kuratif, tetapi juga preventif.

"Klaim kepada BPJS kesehatan itu, memang lebih banyak dari penyakit-penyakit yang sifatnya degeneratif. Artinya, ada peran kuratif dan preventif yang dijalankan pemerintah," imbuhnya.

Dengan pelaksanaan strategi yang tepat dan dukungan lintas sektor, upaya eliminasi TBC dengan alokasi anggaran yang sudah ditetapkan bukan hanya soal kesehatan, tapi juga investasi jangka panjang bagi kualitas hidup masyarakat dan keberlanjutan sistem pembiayaan kesehatan nasional.

Baca juga: Ketua PPJI Minerva Taran: Program MBG Buka Peluang Kolaborasi Penyedia Jasa Boga di Indonesia

Artikel ini juga terbit di https://bit.ly/4lh8QH9



from Pinfo – Pastikubisa https://ift.tt/TBGfORW
via IFTTT

Comments